Keindahan Rendah Hati Sedulur Sikep
Polah tingkah orang Samin, dari dulu selalu menggelitik saraf keingintahuanku, selalu. Awalnya dulu (pas masa biru-putihku) terpicu oleh sebuah komik kethoprak mbeling sebuah majalah pelajar MOP ((sampai sekarang aku gak tahu MOP panjangnya apa & masih terbit apa gak..gak tau tuw-juga aku gak bisa nemu webnya). Rubrik yang paling aku cari dulu kalau ada majalah itu terbit adalah komik cerita mbeling tadi, ceritanya seputar cerita rakyat, hikayat & sejarah kali ye..(gak tau definisi yang tepat sih). Penggambarannya oleh mas GOEN itu lho yang bikin asyik (macem extravaganza di trans tv-lah), mbeling & cerdas & karakter cewek yang digambarkan juga cakep untuk ukuran dunia kartun..xi..xi..xi....)
Dari cerita mbeling tentang Samin Surontiko itu aku jadi penasaran, karena waktu itu om google jelas belum ada search enginenya ya jari-jariii!...mbulak-mbalik katalog buku diperpus. Hasilnya 0 (nol) gak ada satupun buku tentang mbah Samin (aku yakin gak ada karena emang perpustakaan sekolahku koleksinya gak nambah² kayaknya). Pupus sudah angan keingintahuan tentang Saminis. Paling cuma denger cerita "asal beda" dan cerita lucu tentang keluguan orang Samin. Misalnya:
>>----- "Suatu saat ada seorang kaum samin muda yang nekad ingin tahu dunia luar. Maka mengembaralah dia hingga terdampar diJakarta. Tanpa bisa baca tulis dan keahlian lain selain bertani atau tanam menanam, nasibnya masih terbilang bagus. Bermodal keluguan dan kejujuran akhirnya dia berhasil menjadi tukang kebun kesayangan seorang kaya dikompleks elite. Dikomplek elite walaupun terkesan glamour bukan berarti penghuninya hidup dengan damai aman dan tenteram. Seperti halnya majikan sang tukang kebun tadi yang kehidupan sebenarnya dibayangi ketakutan akan aparat penyelidik, karena beberapa tahun sebelumnya dia berhasil menilep uang suatu proyek. Makanya dari awal kedatangan sang tukang kebun telah dikasih wejangan untuk menjawab pertanyaan "dimana majikanmu? dengan "majikanku tidak ada!" begitu. Nah..suatu hari ada seorang tamu yang datang kerumah, seperti biasa sang tukang kebun menemui sang tamu dari balik pagar. Seperti khas kaum-nya, dia memperkenalkan diri lebih dahulu, menanyakan siapa dan dari mana asal si tamu dan tidak lupa menanyakan kesehatan tamu. Kemudian si tamu bertanya "dimana majikanmu?, sang tukang kebun menjawab "majikan saya ada didalam rumah, cuma dia menyuruh saya menjawab kalau dia tidak ada!". ----->>
Nah kemarin aku baca feature diKCM yang cerita tentang sedulur sikep, tergeraklah untuk menyuruh om google cari tahu tentang samin. Ternyata banyak juga yang memperbincangkannya.
Di KCM, ternyata ada beberapa tulisan tentang sedulur sikep yang ditulis sehubungan dengan acara "Temu Tani" bulan Januari 2006 lalu di Pati oleh Jodhi Yudono. Perjalanan sebelum acara temu tani dimulai, perkenalannya dengan tokoh-tokoh rendah hati sedulur sikep (Gunarti, Gunritno, Mbah Sampir, Pak Wargono, Mbah Tarno) dan keramahan mereka menyambut dan menghormati tamu mereka.
Dan sebelum tulisan mas Jodhi, INDIRA PERMANASARI (gak tau mas/mbak nih..maaf!) nulis tentang Warna-warni Para "Sedulur Sikep" sekilas kehidupan sehari-hari keluarga kaum samin dan sedikit pandangan hidup mereka belum lama dari waktu sekarang ini.
Nah ternyata ada buku tentang "Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora Jawa Tengah", digaleri rumah budaya Tembi. dra. Titi Mumfangati dkk pasti menulis tentang sedulur secara ilmiah tuh (aku sendiri belum pernah baca) terlihat dari ringkasan bukunya xi..xi..xi..
Di blognya nyanyianhujan nulis pengalamannya ketika harus bersinggungan dengan seorang sedulur sikep bernama Gunritno, yang dengan kesederhanaannya justru menggambarkan kedalaman budi yang tak terukur. "Hal-hal yang paling sederhana adalah hal yang paling luar biasa". Begitupun di mediacare ada ditulis tentang "Samin, kultur perlawanan penjajah" fakta sejarah yang merupakan awal cerita berkembangnya Saminist ; dom sumusup ing banyu (jarum yang menyusup di air) , penolakan tanpa kekerasan.
Dari semua tulisan itu, artikel tertua yang ketemu berasal dari majalah canggih bernama "Intisari", dengan ciri khas artikel yang "asyik-lah" gak bikin bosen dibaca, dengan kedalaman ilmu menulis penulisnya bercerita tentang "Samin: melawan penjajah dengan jawa ngoko" sampai dengan juli 2001.
Walaupun belum pernah mengenal langsung (aku bahkan belum pernah ke Blora atau pusat kehidupan sedulur sikep lainnya), dari tulisan-tulisan yang dibuat orang-orang yang pinter nulis (asli pujian nih) itu kebanyakan mencoba memperlihatkan keluhuran budi sedulur sikep ditengah perubahan arus jaman yang tidak bisa diperkirakan.
" Zaman telah berubah, penjajah telah pergi, tapi setumpuk nilai luhur masih dijalani oleh sebagian orang Sikep. Waktu yang akan menguji, apakah akan jadi pegangan selamanya, atau terkikis pelan-pelan hingga tinggal slogan yang tidak sesuai kenyataan. (G. Sujayanto/Mayong S. Laksono)"
Read more...
Dari cerita mbeling tentang Samin Surontiko itu aku jadi penasaran, karena waktu itu om google jelas belum ada search enginenya ya jari-jariii!...mbulak-mbalik katalog buku diperpus. Hasilnya 0 (nol) gak ada satupun buku tentang mbah Samin (aku yakin gak ada karena emang perpustakaan sekolahku koleksinya gak nambah² kayaknya). Pupus sudah angan keingintahuan tentang Saminis. Paling cuma denger cerita "asal beda" dan cerita lucu tentang keluguan orang Samin. Misalnya:
>>----- "Suatu saat ada seorang kaum samin muda yang nekad ingin tahu dunia luar. Maka mengembaralah dia hingga terdampar diJakarta. Tanpa bisa baca tulis dan keahlian lain selain bertani atau tanam menanam, nasibnya masih terbilang bagus. Bermodal keluguan dan kejujuran akhirnya dia berhasil menjadi tukang kebun kesayangan seorang kaya dikompleks elite. Dikomplek elite walaupun terkesan glamour bukan berarti penghuninya hidup dengan damai aman dan tenteram. Seperti halnya majikan sang tukang kebun tadi yang kehidupan sebenarnya dibayangi ketakutan akan aparat penyelidik, karena beberapa tahun sebelumnya dia berhasil menilep uang suatu proyek. Makanya dari awal kedatangan sang tukang kebun telah dikasih wejangan untuk menjawab pertanyaan "dimana majikanmu? dengan "majikanku tidak ada!" begitu. Nah..suatu hari ada seorang tamu yang datang kerumah, seperti biasa sang tukang kebun menemui sang tamu dari balik pagar. Seperti khas kaum-nya, dia memperkenalkan diri lebih dahulu, menanyakan siapa dan dari mana asal si tamu dan tidak lupa menanyakan kesehatan tamu. Kemudian si tamu bertanya "dimana majikanmu?, sang tukang kebun menjawab "majikan saya ada didalam rumah, cuma dia menyuruh saya menjawab kalau dia tidak ada!". ----->>
Nah kemarin aku baca feature diKCM yang cerita tentang sedulur sikep, tergeraklah untuk menyuruh om google cari tahu tentang samin. Ternyata banyak juga yang memperbincangkannya.
Di KCM, ternyata ada beberapa tulisan tentang sedulur sikep yang ditulis sehubungan dengan acara "Temu Tani" bulan Januari 2006 lalu di Pati oleh Jodhi Yudono. Perjalanan sebelum acara temu tani dimulai, perkenalannya dengan tokoh-tokoh rendah hati sedulur sikep (Gunarti, Gunritno, Mbah Sampir, Pak Wargono, Mbah Tarno) dan keramahan mereka menyambut dan menghormati tamu mereka.
Dan sebelum tulisan mas Jodhi, INDIRA PERMANASARI (gak tau mas/mbak nih..maaf!) nulis tentang Warna-warni Para "Sedulur Sikep" sekilas kehidupan sehari-hari keluarga kaum samin dan sedikit pandangan hidup mereka belum lama dari waktu sekarang ini.
Nah ternyata ada buku tentang "Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora Jawa Tengah", digaleri rumah budaya Tembi. dra. Titi Mumfangati dkk pasti menulis tentang sedulur secara ilmiah tuh (aku sendiri belum pernah baca) terlihat dari ringkasan bukunya xi..xi..xi..
Di blognya nyanyianhujan nulis pengalamannya ketika harus bersinggungan dengan seorang sedulur sikep bernama Gunritno, yang dengan kesederhanaannya justru menggambarkan kedalaman budi yang tak terukur. "Hal-hal yang paling sederhana adalah hal yang paling luar biasa". Begitupun di mediacare ada ditulis tentang "Samin, kultur perlawanan penjajah" fakta sejarah yang merupakan awal cerita berkembangnya Saminist ; dom sumusup ing banyu (jarum yang menyusup di air) , penolakan tanpa kekerasan.
Dari semua tulisan itu, artikel tertua yang ketemu berasal dari majalah canggih bernama "Intisari", dengan ciri khas artikel yang "asyik-lah" gak bikin bosen dibaca, dengan kedalaman ilmu menulis penulisnya bercerita tentang "Samin: melawan penjajah dengan jawa ngoko" sampai dengan juli 2001.
Walaupun belum pernah mengenal langsung (aku bahkan belum pernah ke Blora atau pusat kehidupan sedulur sikep lainnya), dari tulisan-tulisan yang dibuat orang-orang yang pinter nulis (asli pujian nih) itu kebanyakan mencoba memperlihatkan keluhuran budi sedulur sikep ditengah perubahan arus jaman yang tidak bisa diperkirakan.
" Zaman telah berubah, penjajah telah pergi, tapi setumpuk nilai luhur masih dijalani oleh sebagian orang Sikep. Waktu yang akan menguji, apakah akan jadi pegangan selamanya, atau terkikis pelan-pelan hingga tinggal slogan yang tidak sesuai kenyataan. (G. Sujayanto/Mayong S. Laksono)"
<< Home